KOPASSUS “MELAWAN” ARUS

Bekasi, Jumat, 19 Nov. 2021

#KangFuad_Assoc. Professor Munawar Fuad, P.hD.
Penulis, Dosen President University.
IKAL PPSA-23 LEMHANNAS RI.

Buku: Kopassus untuk Indonesia : Profesionalisme
Prajurit Kopassus,
Penulis/Editor : Iwan Santosa, E.A. Natanegara,
Red and White Publishing, 2021,
329 halaman.

Kesan awal sebagai aktivis tahun 90-an ABRI itu seram dan tertutup. Sangat berjarak dan mustahil warga aktivis mahasiswa dan sipil seperti saya atau kebanyakan bisa berinteraksi dan bergaul dengan tentara. Saat pertama kali saya bertemu dengan Komandan Kopassus sekitar 1996, kami bersama pasukan Banser/Gerakan Pemuda Ansor diundang oleh Komandan Kopassus, Mayor Jenderal TNI Prabowo Subiyanto ke markas besar di Cijantung untuk bersilaturahim dan membangun dialog kebangsaan. Saat itupun mulai terasa cair, menyaksikan kehebatan para prajurit Kopassus dengan segala atraksi perang dan kemampuannya. Seiring dengan reformasi, makin terbuka interaksi dengan para petinggi milter ABRI, termasuk TNI-PORI saat itu, kesan berjarak dan seram itu makin terpupus.

Saya mengamati dan mengikuti dari dekat, TNI termasuk yang sangat progresif dan menjaga spirit reformasi, dimulai dari reformasi internalnya. Saya pernah mendapat tugas menulis jejak sejarah jelang dan proses reformasi ABRI menuju fotmat baru peran TNI Abad 21. Isinya tentang kesaksian dan kumpulan informasi dan data tentang segala sisi peristiwa dari perspektif elit dan para pemimpin di internal ABRI/TNI ataupun pemimpin nasional. Mungkin buku Bersaksi di Tengah Badai adalah buku paling lengkap dan official mewakili kisah dan cerita di balik peran ABRI/TNI dan arus reformasi.

Saat itu, terasa ada geliat keterbukaan dan menggali kejujuran akademik dalam buku berbasis data dan riset. Ada angin segar di tuhuh TNI reformasi yang terus membuka diri dan beradaptasi. Saat Orde Baru hingga reformasi awal, buku-buku berbau militer akan lebih banyak menampilkan sosok sentral para panglimanya. Satuan tugas khusus seperti Kostrad, Marinir, Kopassus pun itu masih sangat jarang. ABRI hingga TNI, semuanya tertutup, tabu, dan untouchable, tak tersentuh.

Beruntunglah generasi sekarang. Di era globalisasi dan digital, dimana media sosial menjadi arus utama. Berbeda saat tahun 70-an sampai 90-an, generasi yang berjarak dengan informasi dan pengetahuan tentang tentaranya sendiri. Lebih dikesankan suasana tertutup, eksklusif, serem, senjang dan jauh dari jangkauan.

Tak seperti biasanya, buku bertema militer, dikenal plat merah, terkesan kaku dan tabu. Buku formal, internal, dan terbatas. Yang ditampilkan hanya boleh sosok komandannya. Semacam biografi, sejarah dan pemikiran. Tergantung siapa pemimpinnya. Tampilannya pun dibanding buku-buku populer, tak begitu menarik. Apalagi bagi kalangan milenial, yang anti militerisme maupun publik secara luas.

Dalam suasana itulah buku “Kopassus untuk Indonesia” terlahir dari satuan unit militer yang terkesan sangat khusus dan tertutup sebelumnya menjadi sangat gaul dan friendly. Saat membuka, membaca dan membulak-balik isinya, para pembaca akan “terpesona” dengan tampilan, isi, konten dan konteks yang ditampilkan dalam rupa rangkaian redaksi, diksi, dan gambar foto yang terasa hidup dan menyimpan sejuta makna lebih dalam. Dengan sampul bernuansa merah putih bak poster Film Perang di Hollywood atau Netflix tampilannya sangat memancing mata. Di balik sampulnya terpampang kutipan Sang Komandan : “Bertempur dengan senjata itu hal biasa bagi prajurit. Tetapi, bagaimana memenangi pertempuran tanpa menumpahkan darah dan berhasil mencapai tujuan operasi adalah ilmu tertinggi”.

Sebagaimana catatan terdepan saya, buku Kopassus Untuk Indonesia (KUI) laksana melawan arus. Dari kutipan tersebut, Kopassus lebih mengedepankan pendekatan damai dan kemanusiaan. Hal lainnya, tak seperti buku di sejumlah instansi pemerintah, dimana buku yang terpublikasi lebih pada menonjolkan profil pemimpin dan biografinya, tergantung siapa pemimpinnya. Buku KUI menyajikan buku dari segala sisi para pemimpin, prajurit, keluarga, dan mitra, termasuk para tentara millenial bahkan pihak yang sebelumnya dipandang musuh menjadi sahabat.

Tak berlebihan jika saya menyebut buku tersebut sebagai buku referensi terlengkap tentang satuan militer Kopassus, yang penting bagi internal maupun eksternal, termasuk bagi kalangan remaja dan millenials untuk mengenal dan mencintai tentara kebanggaannya.

Sebagai penikmat film dan novel, segmentasi dalam isi buku terasa menonton film di Netflix lainnya. Pilihan judulnya simpel dan ciamik. Ada lima bagian kandungannya : Berani, Benar, Berhasil; Ragu-Ragu Kembali Sekarang Juga; Kami Tidak Hebat, Tetapi kami Terlatih; Lebih Baik Pulang Nama, daripada Gagal di Medan Laga; dan Setiap Langkah adalah Pertaruhan.

Membaca Buku “Kopassus untuk Indonesia” (KUI) serasa menikmati secangkir kopi lezat yang pengen terus nambah; bak mengisap cerutu tanpa henti; indahnya merasakan benang merah sejarah, masa kini dan masa depan yang dibentangkan, jejak teladan hebat para Komandan dan Prajurit Kopassus.

Ramuan dan sajian buku menjadikan menu bacaan yang ringan, renyah, dan gurih dengan narasi, diksi dan paduan foto hidup. Terutama, interaksi digital dg QR Code menjadikan buku dan isinya bak samudera luas tak terbatas yang mengundang inspirasi, jiwa heroisme, nasioanalisme dan kecintaan pada Kopassus dalam pengabdian, perjuangan, pengorbanan jiwa, raga, dan air mata yang terus menggugah bagi pembaca dan generasi millenial.

Buku Kopassus untuk Indonesia (KUI), membentang tali sejarah masa lalu, masa kini dan menyambungkan ke masa depan. Saya menyebut sebuah Museum Pustaka yang menghadirkan para pendiri dan pemimpin di zamannya dengan sepak terjang dan dinamikanya. Terasa kuat dari upaya pemuliaan terhadap setiap aktor sejarah, pemikiran dan gagasan, tempat, suasana dan jejak rekam yang menggambarkan bentangan peran para Komandan Kopassus sejak masa awal hingga saat ini, yang seru masing-masing di masanya, menorehkan prestasi, ujian dan tantangan, juga visi kebangsaan yang menampilkan kilau mutiara hingga masa kini.

Buku diwarnai dengan sentuhan serba apik dan menarik dalam desain grafis, foto, gambar dan bahkan, terakses melalui QR Code, yang bisa diakses secara online dan digital untuk terhubung ke sumber data dan referensi yang lebih luas. Sebuah pendekatan yang membantu pembaca untuk mendalami lebih jauh dan menjawab penasaran pembaca.

Buku KUI memuat berbagai misi penugasan diwarnai suka cita dan duka, baik di dalam dan luar negeri diceritakan dengan terang benderang. Kisah heroik, humanis, dan pengorbanan besar para prajurit dan komandan, hingga gugur di medan laga sangat mengugah semangat nasionalisme.

Bagi generasi zaman “now”, Buku menyajikan komitmen dan visi Kopassus untuk memancing para generasi milenial terbaik untuk berperan langsung dalam satuan elit militer tersebut. Kisah para tentara muda yang mendapat kesempatan bertugas hingga di mancanegara dan mampu mengekspresikan cita-citanya menjadi bagian tersendiri yang sangat menarik. Terlebih semasa pandemic Covid-19, Jenderal Andika Perkasa melakukan terobosan bagus dengan sistem rekruitmen digital proses seleksi masuk dunia militer.

Saya tak cukup membaca dan menyelami segala sisi buku tersebut. Tetap saja banyak memunculkan segala penasaran. Untuk mengetahui apa yang terkandung di balik maksud dan tujuan penulisan buku keren tersebut saya menemui inisiator di markas komanda Kopassus Cijantung.

Sang penggagas, Komandan Kopassus, Mayor Jenderal TNI Muhammad Hasan, saat saya bertanya maksud penulisan buku tersebut menuturkan. “Sejujurnya buku ini kami utamakan utk generasi muda bangsa ini.. bukan kami ingin disebut “heroes” atau orang hebat.. tapi kami sedikit ingin memberi bara semangat ditengah dominasi pengaruh luar yang mengungkung pola pikir anak-abak bangsa yg sesungguhnya membutuhkan figur kebanggaan sebagai panutan mereka.”

Lebih lanjut, spirit publikasi buku bukanlah untuk pamer atau show force, unjuk kekuatan, dan bukan untuk kesombongan. Mayjend Hasan juga menegaskan : “Kopassus bukan kumpulan orang-orang hebat dan baik, tapi kami adalah orang-orangyang berlatih keras untuk menjadi hebat agar kami bisa terus berupaya berbuat baik. Juga, agar kami selalu menjadi bagian dari solusi setiap masalah bangsa ini, bukan bagian dari masalah.”

“Bagi saya cerita-cerita dalam buku tersebut ibarat api yg akan selalu kami jaga dan pelihara agar tidak padam, biar tubuh kami selalu hangat dan bersemangat Kadangkala api itu harus kami besarkan agar baranya bisa kami gunakan utk membakar semak belukar berduri yg menghambat langkah kami”. Suatu saat juga kami harus kecilkan agar kami bisa duduk melingkar, bercengkrama didepan api uggun yg kami
buat dengan seduhan kopi yang menghangatkan tubuh kami”

Meskipun tak segalanya bisa memuaskan pembaca, Buku KUI bisa menjadi role model, cara tentara Indonesia menyapa dan membuka diri sebagai sahabat bagi semua. Sejalan dengan visi Panglima TNI baru, Jenderal Andika Perkasa, TNI adalah KITA, menyiratkan adanya segala komitmen dan kesungguhan TNI untuk hadir memberikan yang terbaik bagi masa depan bangsa. Salah satu kekurangan dari Buku KUI tersebut adalah jika narasi dan referensi yang sudah tersajikan begitu lengkap dan menarik jika tak segera dilanjutkan dengan mereproduksinya menjadi film-film yang menarik ditonton di layar hidup, sebagaimana keterbukaan kisah heroik dan propaganda berbagai film asing yang makin membanjir, sepertinya perlu diisi dengan kehadiran film-film Box Office buatan Indonesia tentang spirit dan kekayaan teladan para pejuang dan tentara masa depan, karena TNI adalah KITA.

Di saat saya menulis resensi ini, tersiar kabar, Mayor Jenderal Hasan mendapat promosi dan apresiasi atas prestasinya dipercaya menjadi Pangdam Iskandar Muda Aceh. Saya sebagai sahabat, memandangnya sebagai panggilan sejarah yang akan mengujinya untuk menorehkan sejarah pengabdian dan kemajuan pada setiap masa dan tempatnya mengabdi. Selamat bertugas Jenderal untuk semakin dekat mewujudkan spirit dan cita-cita Indonesia.